Berikut adalah resensi dari novel Cinta di Dalam Gelas, selamat menikmati! :)
Menyedu
Segelas Cinta
Judul buku : Cinta di Dalam Gelas
Penulis : Andrea Hirata
Penerbit : PT Bentang Pustaka
Terbit : Mei, 2016
Tebal : 316 halaman
ISBN : 978 – 602 – 8811 – 31 – 6
Belajar adalah sikap berani
menantang segala ketidakmungkinan. Begitu kata Andrea Hirata, seorang pengarang
yang terkenal. Dalam novelnya yang berjudul Cinta di Dalam Gelas, Andrea Hirata
mengajak pembaca untuk mengerti kesetaraan dan bahwa proses belajar seseorang
dilakukan tanpa mengenal waktu. Novel ini merupakan kelanjutan dari novel
Padang Bulan yang sebelumnya telah membuat dunia sastra terpukau. Secara garis
besar, isi novel ini adalah tentang bagaimana kesetaraan martabat antar
laki-laki dan perempuan ditegakkan, juga tentang bagaimana proses belajar
mengajar itu sendiri bekerja dalam kehidupan sehari-hari, serta arti dari
persahabatan.
Kisah dimulai dengan tekad Maryamah
yang ingin mengalahkan mantan suaminya, Matarom, yang merupakan juara beruntun
lomba catur di desanya karena ia sudah memberlakukan Maryamah dengan kasar
sebelum akhirnya mereka bercerai. Tetapi di dalam desanya ada peraturan bahwa
perempuan tidak boleh mengikuti segala jenis lomba, termasuk lomba catur, atau
kepala desa tersebut akan murka. Dan juga Maryamah tidak mengetahui segala
seluk beluk tentang catur. Meskipun begitu Maryamah tidak putus asa, bahkan ia
berani mengatakan “Berikan aku sesuatu yang paling sulit, aku akan belajar.” (halaman
46) Meskipun Maryamah adalah perempuan
yang tidak tamat SD, dengan dibantu teman-temannya ia berhasil mempelajari
catur hingga pada akhirnya berhasil mengalahkan Matarom. Setiap kejadian dalam
novel ini digambarkan sangat tegang dan seru oleh penulis sehingga semakin
menarik untuk dibaca.
Ditinjau dari aspek, Andrea
menggunakan bahasa Melayu seperti “Melayanglah panci ke kepala awak” (halaman
31) yang sangat cocok karena latar tempat dari novel ini adalah di suatu pulau
terpencil yang masih menanamkan budaya Melayu yaitu Pulau Belitong. Bahasa ini
dinilai sangat tepat karena dapat membaca pembaca kepada suasana Pulau Belitong
sehingga pembaca benar-benar merasakan apa yang dirasakan tokoh. Buku ini dapat
memberikan beberapa pelajaran bagi pembaca, di antaranya yaitu motivasi
perjuangan hidup, jangan mudah berburuk sangka, dan juga belajar tidak pernah
memandang usia. Motivasi perjuangan hidup tercermin dari kehidupan Maryamah
yang sangat keras dalam membiayai hidup adik-adiknya, terutama saat
perpisahannya dengan Matarom. Tentu hal itu membutuhkan motivasi semangat
hidup. Jangan mudah berburuk sangka tercermin ketika Maryamah ingin mengalahkan
Matarom yang sudah menjadi juara bertahan catur selama 2 tahun berturut-turut,
tetapi ia sendiri tidak bisa bermain catur. Ia tetap optimis bahwa ia bisa
mengalahkan Matarom. Belajar yang tidak pernah memandang usia tercermin saat
Maryamah yang ingin belajar catur di usianya yang sudah bisa dibilang tua.
Cerita dalam novel ini dihiasi
dengan berbagai tokoh yang terkenal seperti Grand
Master Ninochka Stronovsky, pecatur tingkat dunia asal Georgia, dan juga
presiden. Tentu dalam menentukan tokoh-tokoh seperti ini, penulis melakukan
riset sosial dan kultural yang tentunya membutuhkan waktu bertahun-tahun.
Selain itu, Andrea juga menghiasi isi buku dengan berbagai cerita sampingan
yang memberikan berbagai pesan moral bagi pembaca. Untuk mendeskripsikan
ketegangan dan keseruan dalam setiap babnya, Andrea menggunakan berbagai kata
yang membawa pembaca serasa masuk ke dalam cerita dan merasakan suasananya
seperti “Pertempuran penuh kesumat ini pasti akan berdarah-darah” (halaman
255), “Langkah demi selangkah salak-menyalak seperti dua ekor anjing galak”
(halaman 299). Penulis sangat lihai dalam memilih kata-kata yang merasuk ke
dalam pikiran pembaca.
Meskipun novel ini termasuk bagus,
alangkah baiknya apabila kata-katanya dibuat mudah untuk dipahami dan tidak
terlalu rumit. Hal tersebut karena kata-katanya susah untuk dipahami orang
awam, terutama orang non-sastrawan. Contohnya seperti “Barangkali karena
semuanya sudah ada di bawah tanah, maka penambang tak punya watak menabung”
(halaman 61), “Merenungkan hikayat warung kopi merupakan selingan yang amat
menyenangkan” (halaman 175). Berbeda dengan novel-novel lainnya, judul mozaik dalam
buku ini sangatlah membingungkan dan menimbulkan tanda tanya di benak pembaca.
Judul yang dipilih seperti Purnama Kedua Belas (mozaik 1, halaman 1), Alvin and the Chipmunks (mozaik 15, halaman
77), supergroove (mozaik 36 halaman
220). Tentu judul-judul tersebut akan menimbulkan tanda tanya di benak pembaca
“Apa maksud di dalam judul-judul ini?”
Lepas dari kekurangannya, buku ini
layak diacungi jempol karena bahasanya yang menarik dan juga buku ini merupakan
mega bestseller yang terjual sebanyak
25.000 eksemplar dalam 2 minggu. Covernya sangatlah representatif terhadap isinya. Andrea berani membuat buku yang
penuh resiko ini meskipun ia perlu melakukan riset bertahun-tahun. Dikatakan
penuh resiko karena apabila Andrea gagal sedikit saja dalam melakukan risetnya,
maka novel ini tidak akan terbit sebagus ini. Terlebih buku ini adalah cetakan
ketujuh, which is good. Melalui novel
ini, Andrea menyampaikan banyak pesan moral seperti “Belajar dengan keras hanya
bisa dilakukan oleh seseorang yang bukan penakut!” (cover belakang novel Cinta
di Dalam Gelas). Ajaibnya, pembaca akan terkagum-kagum saat membaca novel ini
karena pembaca akan terbawa dalam suasana tegang dan seru yang dialami oleh
tokoh dalam cerita. Selamat membaca dan merasakan seluruh ketegangan dan
keseruan yang ada dalam novel ini sembari membentuk kepribadian melalui pesan
moral yang disampaikan pengarang.